Menyajikan info terkini dunia pendidikan dan berita-berita menarik

Thursday, November 22, 2018

Menelusuri Al-Qahwah (Kopi Dalam Sejarah Islam) Dari Abad ke Abad Bagian 3

0 comments
udaya Islam itu sangat erat hubungannya dengan budaya Arab. Dan seperti yang sudah pernah kita bahas sebelumnya, kopi itu dianggap sebagai pengganti wine di Arab karena memang dalam agama Islam ada pelarangan untuk minum minuman beralkohol. Dan Kopling juga pernah bercerita bahwa tanaman kopi itu yang pertama menanam adalah orang-orang Arab.


Ada sepotong sejarah tentang kopi yang mungkin nggak diketahui. Pada Abad 13-15, agama Islam disebarkan oleh kaum Shadhiliyaa dengan menggunakan “qahwa” atau kopi. Minuman yang kemudian menjadi populer di antara kaum Sufi selalu diminum agar mata mereka selalu terjaga saat melakukan zikir. Bahkan seorang sufi yang bernama Shadhili Abu Bakr ibn Abd’Allah al-‘Aydarus menulis sebuah lagu kasidah sebagai penghormatan terhadap kopi. Sementara seorang ahli agama lainnya, Shaikh ibn Isma’il Ba Alawi, mengatakan bahwa kopi dalam membantu manusia untuk mengalami “qahwat al-Sufiyya” atau sukacita karena umatNya diperkenankan untuk menguak misteri pewahyuan Illahi.

Penggunaan kopi pun sampai ke Mekkah, dan menurut para ahli sejarah Arab yang mula-mula, pernah ada tertulis seperti begini:
“It was drunk in the Sacred Mosque itself, so that there was scarcely a dhikr or mawlid where coffee was not present.”
– Jaziri

Melalui para pengelana, pedagang, pelajar, dan para petualang, kopi akhirnya menyebar ke negara-negara Islam lainnya. Al-Azhar kemudian menjadi pusat orang minum kopi, dan banyak kegiatan keagamaan yang menyertakan kopi ke dalam ritualnya. Pada Abad 16, seorang penulis mendeskripsikan pertemuan-pertemuan keagaam di Kairo seperti begini:
“They drank coffee every Monday and Friday eve, putting it in a large vessel made of red clay. Their leader ladled it out with a small dipper and gave it to them to drink, passing it to the right, while they recited one of their usual formulas, mostly “La illaha il’Allah…”
– Ibn ‘Abd al-Ghaffar

Seorang Sufi yang berasal dari Yemen membuat ritual yang melibatkan acara minum kopi yang diikuti dengan “ratib” dengan menyebutkan nama “Ya Qawi” selama 116 kali. Kopi dianggap sebagai sumber dari segala kekuatan.

Kopi dalam sejarah Islam juga melibatkan para malaikat. Menurut sebuah legenda dari Persia, manusia yang pertama menikmati kopi adalah Nabi Muhammad yang ketika mengantuk disuguhi kopi oleh Malaikat Jibril. Dalam cerita lainnya, pada suatu hari Raja Salomo memasuki sebuah kota yang penduduknya sedang dilanda penyakit misterius. Atas perintah Malaikat Jibril, sang raja menyeduh kopi dan membagi-bagikannya kepada penduduk di kota itu, dan mereka pun semua menjadi sembuh.

 Suasana ngopi di konstatinopel

Pada awal Abad 16, kopi di negara Arab mulai merambah dunia sekuler. Ahmet Pasha, Gubernur Mesir yang berkuasa ketika itu, membangun banyak kedai kopi sebagai proyek umum yang bertujuannya untuk popularitas politik. Pada pertengahan Abad 17, dua orang saudagar dari Syria, Hakm dan Shams, memperkenalkan kopi ke Istanbul dan usaha ini membuat mereka sangat kaya raya. Evliya Efendi menuliskan sesuatu tentang para saudagar kopi ini:
“The Merchants of coffee are three hundred men and shops. They are great and rich merchants, protected by Shaikh Shadhili, who was girded by Weis-ul-karani with the Prophet’s leave.”
– Evliya Efendi

Namun, beberapa abad kemudian, kopi mulai dicurigai oleh banyak orang karena efek kafeinnya dan semangat “ngumpul” orang-orang karena kopi ini. Kedai kopi pun kemudian dianggap sebagai saingan masjid, dan kemudian dianggap sebagai minuman yang haram.
“As to the coffee it is an innovation, which curtails sleep and the generating power in man. Coffee-houses are houses of confusion. Coffee has been by law declared illicit in the great collections of fetwas (legal injunctions) wherein every thing that is burnt is declared to be illegal food.”
– Evliya Efendi

Pada bulan Ramadan di tahun 1539, semua kedai kopi di Kairo dihancurkan oleh massa dan ditutup selama beberapa hari. Sultan Murat IV kemudian memutuskan untuk melarang adanya kedai kopi, dan pelarangan ini didukung oleh kaum moralis. Tapi akhirnya “perang” ini dimenangkan oleh kaum peminum kopi yang memang berpendidikan lebih tinggi, sangat religius dan mempunyai kedudukan politik.

Berdasarkan kisah-kisah di atas, kita belajar bahwa banyak manusia merasa nggak aman dan merasa takut pada hal-hal yang nggak mereka kenal dan ketahui. Ketika kita belajar untuk memahami hal-hal yang asing, mungkin kita akan lebih bisa menerima dan nggak merasa terancam lagi.

No comments:

Post a Comment