Menyajikan info terkini dunia pendidikan dan berita berita menarik

Selamat Datang Di Birulangitid

Saturday, April 24, 2021

Tentang Lelaki dan Perempuan

0 comments
Tentang Lelaki dan Perempuan


Oleh Afrianto Daud


Birulangitid-Pandangan paling dasar dan masih akan tetap relevan sampai kapanpun tentang hakekat relasi antara perempuan dan laki-laki adalah bahwa kedua makhluk ini Allah ciptakan sebagai pasangan. Allah ciptakan Hawa agar Adam AS memiliki pasangan sekaligus partner dalam mengemban misi penciptaan manusia menjadi hamba dan khalifah di bumi itu.

Sebagai pasangan, lelaki dan perempuan hadir untuk saling melengkapi. Mereka saling menyempurnakan. Lelaki sehebat apapun jarang sekali yang bisa hidup sendiri tanpa kehadiran pasangannya. Normalnya juga begitu dengan perempuan. Saling membutuhkan antara lelaki dan perempuan ini adalah sunnatullah.

Secara fisik dan psikis, lelaki dan perempuan ini pasti berbeda by default. Itulah memang hakekat pasangan. Mereka pasti tak sama sejak semula jadi. Mereka memiliki kelebihan masing-masing. Perempuan melengkapi apa yang barangkali tidak dimiliki laki-laki. Pun begutu dengan lelaki yang hadir melengkapi sesuatu yang mungkin tak dimiliki perempuan. 

Sekali lagi lelaki dan perempuan diciptakan untuk menjadi partner sejajar, hidup seiring sejalan dalam menjalani kehidupan. Mereka seharusnya saling dukung dalam menjalankan misi menjadi hamba Tuhan. 

Lelaki dan perempuan seharusnya saling mengisi, bukan untuk saling berkompetisi. Mereka seharusnya bisa terus bersinergi. Bukan untuk saling melukai.

Tak ada satupun teks kitab suci (dalam Islam) yang mengindikasikan bahwa salah satu diantara keduanya adalah lebih mulia dan lebih hebat dari yang lain. Kedua mereka sama dan setara di hadapan Rabbnya. Yang membedakan mereka kemudian hanyalah kualitas ketaqwaan (Q.S. 14:13).

Dalam menjalani kehidupan agar tetap damai dan harmonis, lelaki dan perempuan ini kemudian berbagi peran. Dulu perempuan lebih banyak melakukan peran domestik (menjaga rumah, menjaga dan mendidik anak-anak), sementara lelaki lebih banyak berperan di luar rumah, mencari nafkah (breadwinner). 

Sekarang mungkin peran domestik itu sedikit mengalami pergeseran. Ada banyak perempuan yang juga mencari nafkah. Tentu ini juga sesuatu yang terhormat. Tak ada larangan yang eksplisit untuk perempuan di dalam Islam untuk bekerja mencari nafkah. Selama sang suami ridho. Selama yang bersangkutan tetap bisa menjaga kehormatannya. 

Pembagian peran antara lekaki dan perempuan ini lebih dipahami sebagai adat baik untuk menjaga keseimbangan. Ibarat sepakbola, ada yang bertugas sebagai striker. Ada yang bertugas menjaga gawang. Semua berperan sesuai pembagian tugasnya. Bukan tentang siapa yang lebih mulia. Karena kedua peran itu mulia. Apalagi jika dilakukan dengan ikhlas dan ridha. 

Dalam budaya Minangkabau, misalnya, memang semua datuak adalah para lelaki. Tapi, perempuan berkuasa di rumah gadang. Ibu-ibu bundo kanduang adalah limpapeh rumah gadang. Suara mereka signifikan dan wajib didengarkan dalam setiap keputusan penting terkait keluarga dan kaum.

Namun memang ada deviasi dalam memahami pembagian peran antara lelaki dan perempuan ini. Contoh penyimpangan ini banyak. Sejarahnya juga panjang. Bagi sebagian orang, peran domestik perempuan dulu disalahpahami bahwa perempuan tak perlu sehebat lelaki. Perempuan tak perlu sekolah tinggi. Toh, perempuan hanya akan lebih banyak beraktivitas di kasur, sumur, dan dapur. 

Ini tentu adalah penyimpangan pemahaman. Ayat Allah yang menyeru manusia untuk membaca, belajar, dan menuntuk ilmu itu berlaku untuk laki-laki dan perempuan sekaligus. Makanya tak heran jika dalam sejarah Islam setidaknya kita mengenal beberapa sahabiyah yang berilmu tinggi. Selain Aisyah, istri Rasulullah SAW, misalnya ada sahabiyah cerdas bernama Atikah binti Yazid bin Nufail sebagai sahabat di kalangan perempuan yang banyak merawikan hadist Rasulullah SAW.

Jauh ke belakang sejarah Islam mengenal perempuan-perempuan hebat yang nama mereka tak bisa dipisahkan dari kemajuan peradaban. Ada Sarah dan Hajar, dua wanita tangguh dengan kesabaran luar biasa di tengah ujian dunia yang dahsyat. Ada Aisiah, istri Fir'an dengan karakter kuat, yang bertahan dalam iman walau bersuami seperti Fir'aun. 

Mempelajari semangat Islam dalam menempatkan perempuan dalam posisi yang terhormat, maka apa yang dilakukan Kartini dalam gerakan emansipasi perempuan itu adalah benar. Bahwa perempuan memang tidak boleh tertinggal dari pasangannya laki-laki. Bahwa perempuan harus juga maju, harus terus belajar, harus terus mencerahkan diri.

Walau tentu ketika perempuan maju, jangan kemudian menganggap lelaki sebagai saingan. Apalagi sebagai musuh. Sekali lagi, kita adalah pasangan sejajar untuk saling bersinergi. Bukan untuk saling menyakiti.

Hmm... :-)

--

#catatanramadhan

No comments:

Post a Comment