Refleksi Perjalanan Dakwahku
Entah
apa yang terjadi. Perubahan ini sangat cepat. Aku bahkan tak tahu kapan awal
mulanya. Memutuskan sesuatu benar- benar membuat berani untuk mengambil resiko.
Itulah hidup. Satu hal, aku tidak pernah menyesal atas keputusan ini.
Berada
di barisan ini kumulai sejak masuk bangku kuliah. Mengikuti training perekrutan
pertama dari sebuah LDK dan sempat aktif sekitar 3 bulan. Namun sayangnya dalam
perjalanan aku mengalami kejenuhan dan mulai perlahan menjauh selama satu bulan
lebih.
Bukan.
Bukan karena aku tidak senang atau tidak mendapatkan manfaat dari organisasi
ini, namun aku sedikit sombong kala itu. Merasa tidak butuh untuk bergabung di
sebuah organisasi dalam berdakwah dan merasa mampu berdakwah secara individu.
Hingga aku benar- benar vacuum dan meninggalkan lingkaran kecilku.
Satu
hal yang sangat disyukuri (walaupun kala itu jengkel), murabbi selalu
menghubungiku. Menanyakan kabarku dan mengajakku untuk kembali hadir berkumpul
dengan teman- teman untuk menimba ilmu. Dengan sombong, kuberikan berbagai
alasan untuk tidak hadir dan. Ah, bosan rasanya selalu ditanyai baik via sms
dan tidak jarang juga di telepon. Sekuat mungkin kuupayakn untuk tidak bertemu
dengan kakak yang jilbab besar apalagi samapi bertegur sapa. Dan mesjid pun
mulai kujauhi.
Saat-
saat tidak terisinya ruhiyah lewat mentoring yang biasanya kuikuti,
alhamdulillahAllah masih tetap menjagaku. Untuk ibadah- ibahada wajib tetap
kulaksanakan, demikian juga untuk bebrapa amalan sunnah. Namun kusadari
penurunan derajat keimanan kala itu.
Hingga
satu ketika, murabbi mengirimku sebuah pesan singkat. Masih dengan bentuk yang
sama seperti sebelumnya. Namun ini terasa lebih mengena, apalagi aku dengar
dari yang lain bahwa ada teman baru di kelompok kami. Dengan sedikit mengurangi
rasa egois dan sombong, kuhadiri mentoring dan mulai mengejar ketertinggalan.
Apalagi teman- temanku yang dahulu kami sama di perekrutan, mereka kini sudah
menjadi penguru LDK.
Hal
ini tidak menyurutkan semangatku untuk tetap memperbaiki diri da berupaya untuk
memberikan manfaat untuk orang lain sebanyak- banyaknya. Hadir di setiap
pertemuan dan mencoba belajar di departemen- departemen LDK. Aku sangat merasa
senang dengan ukhuwah yang sangat erat. Beraneka ragam teman- teman dalam
lingkaranku dan aku menemukan sosok yang luarbiasa di sana. Sosok yang hingga
hari ini menjadi sahabat dekatku. Jazakillah khoir ukhti…
Hingga
sang murabbi terus memberdayakanku. Di awal aku sangat khawatir dengan amanah
ini, mampukah aku? Mengurus LDF yang baru saja berdiri dan menjadi sekretaris
epartemen Kaderisasi. Satu amanah yang cukup berat namun aku tidak tahu ingin
memberi amanah ini kepada siapa. Dengan berupaya keras, bersama sahabat
seperjuangan yang lain kami merekrut dan membina adik- adik di fakultas.
Amanah
bertambah- tambah. Di periode berikutnya aku ditempatkan di LDK di departemen
yang sama. Sempat berontak ketika itu. Bukankah si A (sahabat dekatku) lebih
layak untuk ini? Apa yang akan kulakukan di sini? Dan aku mengajak kakak
seniorku untuk berdiskusi. Aku protes. Bagaimana mereka yakin padaku, sementara
aku yang lebih tahu tentang diriku? Ahh, benar- benar sulit saat itu.
Kusampaikan apa yang ada di hatiku yang intinya aku ingin mundur. Sahabatku
lebih pantas untuk ini, demikian kukatakan.
Setelah
aku selesai bicara, kakak tersebut menenangkanku.
“Dik,
amanah ini bukan datang dari kakak ataupun yang lain. Amanah ini adalah amanah
yang datang dari Allah. Allah lah yang menggerakkan hati kakak- kakak itu untuk
memilih adik. Kalau tidak adk siapa lagi?”
“Husna
(bukan nama sebenarnya)?”, jawabku.
Dengan
panjang lebar kakak tersebut menjelaskan apa alasan mereka memilihku. Aku masih
berat, tidak sanggup berbuat seperti yang dilakukan oleh mereka yang ada pada
posisi ini sebelumnya. Akhirnya, dengan tenang dan optimis aku mengiyakan. Aku
akan berbuat semampuku.
Dan
mulailah aku dengan perjalananku. Semester akhir yang menuntut untuk bisa fokus
kepada penulisan tugas akhir, di masa ini pula aku disibukkan dengan berbagai
agenda. Aku mulai merasakan apa yang dirasakan kakak- kakak sebelumnya. Dan
jujur aku merasa sangat bersalah dengan sikapku yanag kala itu terlalu egois
hingga membebankan amanah ini di pundak mereka yang seharusnya mengerjakan
tugas akhir.
Aku
dengan kuliahku, tugas akhirku, amanah dakwahku, dan ibadahku. Keempat poin ini
menemani perjalanan hidupku. Aku mulai terbiasa untuk bekerja cepat dan
terarah. Masa- masa awal memang terasa sulit, namun perlahan kubiasakan diriku
untuk bisa menjalankan semua amanah ini denngan baik. satu hal, aku tidak ingin
menyalahkan dakwah atas apapun yang terjadi.
Nah,
bagaimana dengan sahabat- sahabat seperjuanganku?
Beberapa
dari mereka tetap bertahan, walau ada satu dua orang yang mundur. Tidak masalah
bagiku.
Beberapa
dari mereka kurang puas dengan hasil kerjaku, bukan satu hal yang membuatku
surut.
Beberapa
dari mereka sering mengeluh, kucoba untuk menenangkan.
Agenda-
agenda dakwah menanti di depan. Tidak butuh orang- orang yang cengeng yang
hanya akan merusak serangkaian semangat yang ada. Tidak ada kata berhenti,
hanya istirahat sejenak untuk mengumpulkan tenaga dan siap untuk berkarya.
Satu
catatan kecil yang kubuat untuk mereka yang lelah berdakwah. Semoga
menginspirasi.
Kami
pun pernah seperti itu. hari- hari kami dibayangi oleh berbagai agenda; kampus,
dakwah, keluarga. Bahkan hari- hari kami juga sering ditemani oleh airmata,
keluh kesah, dan peluh.
Airmata yang mengalir atas perasaan yang
tidak menentu akan semua agenda ini. Perasaan akan ketidakmampuan menyelesaikan
amanah ini. Perasaan yang merasa tidak bisa adil untuk semuanya. Airmata yang
mengalir akibat ketidakefektifannya waktu yang kami habiskan. Airmata
penyesalan akan berbagai kezholiman yang kami perbuat dan rasa ketakutan yang
amat sangat akan ketidak amanahan dalam urusan ini semua.
Keluh kesah yang sampai ke telinga kami dari
saudara kami. Ini membuat kami seolah tak mampu lagi untuk mengeluh. Keluhan
mereka menyadarkan kami bahwa kami punya kewajiban untuk membantu mereka, bukan
malah membebani mereka dengan keluh kesah kami. Tidak ada yang salah dengan
keluhan yang kalian berikan. Kami pun pernah mengalami itu. Tapi alhamdulillah,
Allah masih memebri kami kekuatan untuk tetap berjalan dan berjuang di dakwah
ini.Ttapi kami masih normal. Semua itu bisa saja terjadi pada kami suatu saat
nanti. Sungguh kami butuh nasihat dan peringatan dari kalian.
Peluh yang membasahai tubuh dan pakaian
ini sudah menjadi teman keseharian kami. Lelah memang. Namun ada satu kekuatan
yang membuat kami tetap bisa teguh di sini. Kuat untuk menjalani semua aktivitas
ini. Kami sangat senang untuk melakukan semua ini. Kekuatan yang kami peroleh
tentu saja bukan kekuatan yang sembarangan. Ia berasal dari Rabb kami yang yang
tentu saja tidak akan dapat disaingi oleh kekuatan manapun.
Yang
ingin kami sampaikan adalah bahwa kami pun pernah mengalami ini semua. Bahkan
kekecewaan pun hampir muncul di setiap agenda yang kami lakukan. hingga teman2
di diskusi kelomppok juga mulai kecewa. Tapi perlahan- lahan kami bisa
memahamkan mereka. Sungguh semuanya butuh proses. Kami pun sama seperti kalian.
semoga tetaap istiqomah. Semoga senyum menjadi pilihan kita dalam menghadapi
ini semua. Kalau bukan kita siapa lagi???
Nama : Nurhasanah Sidabalok
Angkatan : 2008
Jurusan : Pend. Bhs. Inggris
FB : Nurhasanah San Sidabalok/ sans_hamasa@yahoo.com
Blog : Nurhasanah Sidabalok/
penulismudasukses.blogspot.com
Amanah :
Staf Dept. Rekrutmen dan Pembinaan Kader Unit Kegiatan Mahasiswa Islam (UKMI) Ar- Rahman UNIMED