Menyajikan info terkini dunia pendidikan dan berita-berita menarik

Friday, September 27, 2019

Mengenal Kapal Jong Jawa Kapal Besar Majapahit Yang Besarnya 3 Kali Kapal Cheng Ho

0 comments

Kita memang harus merasa bangga hidup di negara bahari Indonesia tercinta ini, rupanya banyak sejarah luar biasa yang mengisahkan bagaimana taguhnya kita menjaga laut. Nah ini sedikit kisah bahari dimasa Majapahit.

Mengenal Kapal Jong Jawa Kapal Besar Majapahit Yang Besarnya 3 Kali Kapal Cheng Ho
Perbandingan besar kapal jong java
Kapal Majapahit Besarnya 3 Kali Kapal Cheng Ho.

Catatan tentang kapal Cheng Ho yang selama ini berasal dari catatan Cina ternyata tidak akurat. Penulisan sejarah adalah bagian dari perang asimetris sehingga beberapa peradaban di dunia membesarkan data-data sejarahnya. Riset yang dilakukan oleh Irawan Djoko Nugroho lewat berebagi referensi membuktikan bahwa kapal-kapal Majapahit jauh lebih besar dari kapal Cheng Ho. Inilah analisa dari Irawan Djoko Nugroho. Dan juga terdapat analisa tentang riset kapal raksasa yang ditemukan di Gunung Arafat Turki yang ternyata dibuat dengan kayu Jati. Dan pohon Jati hingga sekarang hanya ditemukan di Jawa.

Jong adalah sebuah kata Jawa Kuno yang berarti sebangsa perahu (P.J. Zoetmulder, 1995: 427). Dalam khazanah Melayu, kata Jong disebut juga dengan istilah Jung (SM.V: 47 dan SM. X: 77). Menurut khazanah Melayu pula, Jong adalah kapal yang hanya dimiliki oleh Jawa (HRRP: 95, HHT: XII: 228). Keterangan ini sangat berbeda dengan keterangan sejarawan Eropa umumnya. Mereka menyebut kapal-kapal Cina juga dengan istilah jung. Para sejarawan Eropa dan nasional menengarai kapal-kapal Majapahit dalam beberapa penelitian, menggunakan cadik sebagaimana kapal Borobudur.

Di dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Kapal_jung disebutkan bila pada abad ke-15 hingga ke-16 kapal Jung tidak hanya digunakan pada pelaut Jawa. Para pelaut Melayu dan Tionghoa juga menggunakan kapal layar jenis ini. Keterangan itu tidak sepenuhnya tepat. Para pelaut Melayu menggunakan kapal Jung dicatat dalam Hikayat Hang Tuah setelah Putri Raja Majapahit menikah dengan Sultan Malaka. Kapal yang dimilikinya pun hanya 1. Kapal yang digunakan pelaut Melayu adalah kapal Ghali atau Galleon. Sedangkan kapal yang digunakan pelaut Cina dalam catatan Melayu baik Sejarah Melayu dan Hikayat Banjar adalah Pilu dan Wangkang.

Menurut catatan para penulis Portugis, Jong disebut dengan Junco. Sedangkan para penulis Italia menyebut dengan istilah zonchi. Istilah jung dipakai pertama kali dalam catatan perjalanan Rahib Odrico, Jonhan de Marignolli (http://id.wikipedia.org/wiki/Kapal_jung).

Secara umum, kapal Junco merupakan sebuah kapal yang memiliki 4 tiang. Kapal Junco memiliki bentuk yang sangat berbeda dengan jenis-jenis kapal Portugis umumnya. Dinding Jong terbuat dari 4 lapis papan tebal, (Paul Michel Munoz, 2009: 396-397). Kapal Jong juga memiliki dua dayung kemudi besar di kedua buritan kapal. Kedua dayung kemudi itu hanya bisa dihancurkan dengan meriam. Dinding Jong mampu menahan tembakan meriam kapal-kapal Portugis yang mengepungnya dalam jarak yang sangat dekat, (Robert Dick-Reid, 2008: 69).

Dimensi Jong Jawa
 
Mengenal Kapal Jong Jawa Kapal Besar Majapahit Yang Besarnya 3 Kali Kapal Cheng Ho
Mengenal Kapal Jong Jawa Kapal Besar Majapahit Yang Besarnya 3 Kali Kapal Cheng Ho
Ukuran Jong menurut catatan Tome Pires dan Gaspar Correia sangat besar. Menurut Tome Pires, kapal Jong tidak dapat merapat ke dermaga karena besarnya. Perlu ada kapal kecil yang diperlukan untuk memuat atau membongkar muatannya. Menurut Gaspar Correia, Jong memiliki ukuran melebihi kapal Flor de La Mar, kapal Portugis yang tertinggi dan terbesar tahun 1511-1512. Menurut Gaspar Correia pula, bagian belakang kapal Flor de La Mar yang sangat tinggi, tidak dapat mencapai jembatan kapal yang berada dibawah geladak kapal Junco.

Saat menyerang Malaka, Portugis dicatat menggunakan 40 buah kapal menurut Hikayat Hang Tuah, atau 43 buah kapal menurut Sejarah Melayu. Setiap kapal mampu mengangkut 500 pasukan dan 50 buah meriam. Dengan demikian saat menyerang Malaka Portugis mengerahkan pasukan sebanyak 20.000 – 21.500 pasukan. Kapal Flor de La Mar dicatat memiliki ukuran di atas kapal-kapal itu.

Menurut Irawan Djoko Nugroho, kapal Junco memiliki ukuran panjang, lebar dan tinggi 4-5 kali kapal Flor de la Mar. Dengan kata lain panjang Junco Jawa adalah 313,2 m – 391,5 m. Hal ini karena kapal Flor de La Mar diperkirakan memiliki panjang 78,30 m dan kapal-kapal yang menyerang Malaka menurut Hikayat Hang Tuah dan Sejarah Melayu memiliki ukuran panjang 69 meter, (Irawan Djoko Nugroho, 2011: 304-307).

Kapal Jong atau Jung atau Junco merupakan kapal kayu operasional terbesar dunia hingga abad ke 20 awal, bahkan hingga saat ini. Kapal terbesar Amerika Serikat pada abad ke-19 bernama Great Republik pun hanya mampu dibuat sepanjang 100,5 m (John R. Hale, 1984: 86). Tehnologi kapal ini hingga kini menjadi misteri. Seperti misalnya: tehnik sambung seperti apa yang digunakan sehingga kapal Jong tahan akan tembakan meriam. Selain itu, bahan apa yang digunakan untuk merapatkan kayu sehingga kapal Jong aman dari merembesnya air. Juga seperti apa operational maintenance kapal Jong itu karena sifat kapal yang dapat di knock down.

Fungsi Jong Jawa

Kapal Jong Jawa adalah kapal dagang dan dapat digunakan sebagai kapal angkut militer. Kapal ini merupakan kapal utama pengangkut perdagangan hingga abad ke-16. Menurut catatan Duarte Barosa, kapal Jong Jawa ini membawa barang perdagangan seluruh Asia Tenggara dan Asia Timur untuk diperdagangkan hingga ke Asia Barat (Arab). Dari Arab, barang dagangan tersebut disebarkan ke Eropa, ((Paul Michel Munoz, 2009: 396-397).

Rute perdagangan ke Asia Barat yang dilalui Jong Jawa menurut Duarte Barosa adalah Tenasserim, Pegu, Bengal, Palicat, Coromandel, Malabar, Cambay, dan Aden, (Paul Michel Munoz, 2009: 396-397). Barang dagangan yang dibawa Jong Jawa menurut Duarte Barosa pula, diantaranya adalah: beras, daging sapi, kambing, babi, dan menjangan yang dikeringkan dan diasinkan, ayam, bawang putih, dan bawang merah, senjata seperti tombak, belati, dan pedang-pedang yang dibuat dari campuran logam dan terbuat dari baja yang sangat bagus, pewarna kuning atau cazumba (Kasumba), emas, lada, sutra, kemenyan, kamper serta kayu gaharu.

Dalam Sejarah Dinasti Ming Kapal Pusaka, Kapal yang dinaiki Cheng Ho dicatat memiliki panjang 138 meter dan lebarnya sekitar 56 meter (http://muslimdaily.net/artikel/home/laks…lcNL-Jko). Jika dibandingkan dengan kapal Jong Jawa, kapal Pusaka Cheng Ho tidak ada apa-apanya. Kapal Jong Jawa 2,2-2,8 kali lebih besar dari Kapal Pusaka Cheng Ho. Kapal Pusaka Cheng Ho pun hanya 1 buah. Sedangkan Kapal Jong Jawa yang dimiliki Majapahit sebanyak 400 buah.

Berbeda dengan Kapal Pusaka Cheng Ho yang hilang sebelum kedatangan Portugis, Kapal Jong Jawa tetap berlayar hingga Jaman Portugis. Hilangnya Kapal Jong Jawa karena politik Isolasi Diri masa Mataram.

Meluruskan Catatan Diego de Couto

Diego de Couto dalam buku Da Asia, terbit 1645 mengatakan sebagai berikut.
“Orang Jawa adalah orang-orang yang sangat berpengalaman dalam seni navigasi, sampai mereka dianggap sebagai perintis seni paling kuno ini, walaupun banyak yang menunjukkan bahwa orang Cina lebih berhak atas penghargaan ini, dan menegaskan bahwa seni ini diteruskan dari mereka kepada orang Jawa. Tetapi yang pasti adalah orang Jawa yang dahulu berlayar ke Tanjung Harapan dan mengadakan hubungan dengan Madagaskar, dimana sekarang banyak dijumpai penduduk asli Madagaskar yang mengatakan bahwa mereka adalah keturunan orang Jawa”, (http://id.wikipedia.org/wiki/Kapal_jung).

ernyataan Diego de Couto itu menarik. Namun demikian pernyataan “walaupun banyak yang menunjukkan bahwa orang Cina lebih berhak atas penghargaan ini, dan menegaskan bahwa seni ini diteruskan dari mereka kepada orang Jawa”, sangat menyesatkan.

Hal ini karena tehnologi kapal Cina demikian terbelakang. Ketika menyerang Jawa pada akhir abad ke 13, Kubhilai Khan yang mengerahkan pelaut-pelaut Cina hanya memiliki kapal kapasitas 30 penumpang. Kapal ini sangat kecil dibanding dengan kapal yang dimiliki Jawa abad ke-3. Pada abad ke-3, kapal Jawa telah memiliki kapal dengan kapasitas 500 orang dengan ukuran kapal 61 m.

Ketika Cheng Ho di abad ke-15 melaut dengan kapal sepanjang 136 m, Kapal Jong Jawa milik Majapahit telah jauh lebih besar dan lebih banyak. Kurang lebih 2,2-2,8 kali lipat lebih besar dan 400 buah lebih banyak dari Kapal Pusaka Cheng Ho.*

Acuan
Armando Cortesao The Suma Oriental of Tome Pires. London, Hakluyt Society: 1944.
Irawan Djoko Nugroho Majapahit Peradaban Maritim, Jakarta: Suluh Nuswantara Bakti, 2012.
John R. Hale Abad Penjelajahan. Jakarta: Tira Pustaka, 1984.
Kasim Ahmad, M.A Hikayat Hang Tuah. Menurut Naskhah Dewan Bahasa dan Pustaka. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pelajaran Kuala Lumpur, 1964
Paul Michel Munoz Kerajaan-kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan Semenanjung Malaysia. Yogyakarta: Mitra Abadi, 2009.
Robert Dick-Read Penjelajah Bahari. Pengaruh Peadaban Nusantara di Afrika. Bandung: PT Mizan Pustaka, 2008.
Sitor Situmorang dan A. Teeuw Sejarah Melayu. Djakarta/Amsterdam: Penerbit Djambatan.
Zoetmulder, P.J. Kamus Jawa Kuno-Indonesia. Vol. I-II. Terjemahan Darusuprapto-Sumarti Suprayitno. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995.

Gambar Kapal Jung Jawa Abad Ke-16, Gambar Yang Menyesatkan

Gambar kapal Jung Jawa pada abad ke-16 merupakan gambar yang banyak menjadi rujukan buku-buku sejarah terkait maritim Indonesia. Sebut saja misalnya buku:

1. Anthony Reid, Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680: Jaringan Pedagangan Global Jilid 2. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2011.

2. A.M. Djuliati Suroyo, dkk, Sejarah Maritim Indonesia 1: Menelusuri Jiwa Bahari Bangsa Indonesia Hingga Abad Ke-17. Semarang: Penerbit Jeda, 2007.

3. Robert Dick-Read, Penjelajah Bahari. Pengaruh Peadaban Nusantara di Afrika. Bandung: PT Mizan Pustaka, 2008.

Sayangnya gambar kapal jung Jawa pada abad ke-16 yang menjadi rujukan buku-buku sejarah terkait maritim Indonesia tersebut merupakan gambar yang yang penuh kontroversi. Gambar itu secara umum menunjukkan sebuah kapal dimana di dalam kapal tersebut terdapat sebuah rumah dan ada orang yang duduk mengendalikan dayung dibagian belakangnya. Gambar kapal tersebut menurut Robert Dick-Read dibuat oleh Horridge (Robert Dick-Read, 2008: 69). Namun oleh Anthony Reid gambar itu dilukiskan oleh ekpedisi Belanda yang pertama (Anthony Reid, 2011: 50). Anthony Reid tidak menyebut pembuatnya.
 
Mengenal Kapal Jong Jawa Kapal Besar Majapahit Yang Besarnya 3 Kali Kapal Cheng Ho
Mengenal Kapal Jong Jawa Kapal Besar Majapahit Yang Besarnya 3 Kali Kapal Cheng Ho
Kontroversi gambar yang dilukis oleh Horridge ternyata tidak sama dengan catatan Portugis terkait kapal Jung Jawa seperti uraian Duarte Barosa dan Gaspar Correia. Bahkan cenderung berbeda.

Kapal Jung Jawa menurut Duarte Barosa, (Paul Michel Munoz, 2009: 396-397).

Datang pula di sini banyak kapal dari Jawa, yang memiliki empat tiang layar, sangat berbeda dari kapal-kapal kami, dan terbuat dari kayu yang sangat tebal. Saat kapal itu menua, mereka memperbaikinya dengan papan-papan baru dan dalam gaya seperti ini, mereka memiliki empat papan penutup, saling tumpuk; layarnya terbuat dari osier, talinya pun terbuat dari bahan yang sama.

Kapal Jung Jawa menurut Gaspar Correia, (Robert Dick-Read, 2008: 69-70).

“Karena junco itu memulai serangan, sang Gubernur mendekatinya bersama seluruh armadanya. Kapal-kapal Portugis mulai menembaki junco, tetapi tidak ada pengaruhnya sama sekali. Lalu junco berlayar pergi …. Kapal-kapal Portugis lalu menembaki tiang-tiang junco …. dan layarnya berjatuhan. Karena sangat tinggi, orang-orang kami tidak berani menaikinya, dan tembakan kami tidak merusaknya sedikit pun karena junco memiliki empat lapis papan. Meriam terbesar kami hanya mampu menembus tak lebih dari dua lapis …Melihat hal itu, sang Gubernur memerintahkan nau-nya untuk datang ke samping junco. (Kapal Portugis) ini adalah Flor de la Mar, kapal Portugis yang tertinggi. Dan ketika berusaha untuk menaiki junco, bagian belakang kapal hampir tak dapat mencapai jembatannya. Awak Junco mempertahankan diri dengan baik sehingga kapal Portugis terpaksa berlayar menjauhi kapal itu lagi. (Setelah pertempuran selama dua hari dua malam) sang Gubernur memutuskan untuk mematahkan dua buah dayung yang ada diluar kapal. Setelah itu barulah junco itu menyerah.
Gambar Kapal Jung Jawa Abad Ke-16, (Robert Dick-Read, 2008: 69).

Perbandingan Bentuk Kapal Jung Jawa Versi Horridge Dengan Catatan Portugis

Dibandingkan diskripsi Duarte Barosa dan Gaspar Correia diatas dengan gambar kapal Jung buatan Horridge, kedua kapal jung tersebut memiliki perbedaan. Perbedaaan itu adalah sebagai berikut.

1. Kapal Jung Jawa versi diskripsi Duarte Barosa memiliki empat tiang layar, bukan 2 tiang layar sebagaimana gambar Horridge.

2. Kapal Jung Jawa sangat besar karena Flor de la Mar, kapal Portugis yang tertinggi bagian belakang kapal hampir tak dapat mencapai jembatannya. Istilah jembatan junco adalah sebuah wilayah di depan geladak belakang. Bila dilihat dari sisi kapal, jembatan junco dapat juga berarti sayap jembatan yang menempel keluar di samping, sehingga seperti berdiri di sebuah jembatan. Jembatan junco yang ada disisi kapal letaknya lebih rendah dari dek kapal. Menurut Irawan, kapal Junco Jawa itu memiliki besar 313,2-391,5 meter, (Irawan, 2011: 307). Karena itu gambar orang diatas dua buah dayung versi gambar Horridge menjadi sangat rancu. Mengingat gambar orang tersebut dibanding kapal Jung Jawa menjadi sangat besar. Gambar orang tersebut dapat dikatakan sebagai gambar seorang raksasa.

3. Kapal Jung Jawa versi diskripsi Duarte Barosa dan Gaspar Correia tidak dikisahkan memiliki rumah-rumahan seperti gambar Horridge.

4. Menurut Gaspar Correia, kapal Jung Jawa tidak ada bagian kerangka diatas jembatan kapal. Sehingga meriam terbesar Portugis tidak diarahkan padanya sebagai bagian yang lemah. Namun diarahkan pada tiang-tiang kapal yang tinggi.

5. Menurut Gaspar Correia, dilengkapi oleh meriam. Hal ini karena ia dicatat menembak iringan kapal Portugis terlebih dahulu. Dalam gambar versi Horridge, meriam tidak dicantumkan.

6. Menurut Robert Dick-Read, kapal Jung dikendalikan dengan kemudi berporos yang ditempatkan di buritan (Robert Dick-Read, 2008: 68), sedangkan kapal Jung versi Horridge hanya dikendalikan dengan dua dayung kecil.
 
Mengenal Kapal Jong Jawa Kapal Besar Majapahit Yang Besarnya 3 Kali Kapal Cheng Ho
Mengenal Kapal Jong Jawa Kapal Besar Majapahit Yang Besarnya 3 Kali Kapal Cheng Ho
Kapal Jung Jawa Versi Horridge, Versi Lain Kapal Borobudur?

Dari perbandingan tersebut, kapal Jung Jawa versi Horridge dapat dikatakan sangat berbeda dengan kapal Jung. Menjadi pertanyaan kemudian, penjelasan kapal Jung Jawa versi Horridge berdasar pada apa? Bila melihat gambar kapal Jung Jawa versi Horridge, maka gambar kapal Jung itu dapat dikatakan berdasar gambar kapal Borobudur dan kapal Jung versi diskripsi Gaspar Correia.

Kapal Borobudur, (Robert Dick-Read, 2008: 316).

Berikut persamaan gambar kapal Jung versi Horridge dengan gambar kapal Borobudur dan kapal Jung versi diskripsi Gaspar Correia.

1. Kapal Jung versi Horridge memiliki rumah-rumahan di kapal sebagaimana kapal Borobudur. Hanya saja dalam versi lebih panjang.

2. Kapal Jung versi Horridge memiliki dayung di kedua sisi kapal sebagaimana kapal Jung versi diskripsi Gaspar Correia.

3. Dayung di kedua sisi kapal Jung versi Horridge lebih bersifat aksesoris daripada dayung di kedua sisi kapal sebagaimana kapal Jung versi diskripsi Gaspar Correia karena terlalu kecil. Dayung di kedua sisi kapal Jung versi Horridge tidak menunjukkan memiliki peran vital. Sehingga ketika dayung dipatahkan tidak akan berpengaruh pada gerak kapal.

4. Layar kapal Jung versi Horridge juga mirip layar kapal Borobudur.

5. Kapal Borobudur memiliki kesan memiliki kemudi berporos yang ditempatkan di buritan. Kapal Jung versi Horridge tidak.

Kapal Jung Jawa Versi Horridge Sebagai Penyederhanaan Kapal Jung

Melihat kembali gambar kapal Jung Jawa versi Horridge, maka kapal ini dapat dikatakan sangat tidak tepat disebut kapal Jung Jawa. Banyak dari bagian kapal Jung yang tidak masuk dalam gambar. Misalnya tiang kapal seharusnya empat atau adanya kemudi yang berporos di buritan. Karena itu kesan pertama gambar kapal Jung Jawa versi Horridge adalah penyederhanaan kapal Jung Jawa. Mungkinkah gambar kapal Jung Jawa ini untuk memberi kesan bila kapal Jung Jawa memiliki tehnologi terbelakang dari kapal Eropa dan hanya merupakan bagian metamorphosis kapal Eropa yaitu galleon?

Kesan ini tampak ditangkap oleh Andrian B. Lapian. Sejarawan yang mendapat gelar Nahkoda Sejarah Maritim Indonesia mencatat sebagai berikut.

Selain itu ada juga indikasi bahwa mereka membantu sebagai arsitek kapal, seperti yang diberitakan oleh van Linschoten pada akhir abad ke-16. Menurut catatannya, di daerah selat Malaka ada beberapa orang Portugis yang telah “berkhianat” dan menawarkan jasa-jasanya kepada raja-raja pribumi dan mengajarkan teknik membuat kapal jenis Eropa (“ende die van Malacca ende Indien hadden veel Galleyen inde engdevan Malacca, die hem sommighe verloochende Chritenan [die nieuwers en ghebreken] hadde leeren maken: waermede zy groot quaet down, ende dagheliks doet …”). Sementara itu, nama galai atau gale dan sebagainya berasal dari bahasa-bahasa Eropa dan sekarang sudah masuk dalam perbendaharaan kata Indonesia, (Andrian B. Lapian, 2008:28).

Andrian B. Lapian terlihat terlalu antusias menari dalam genderang sejarawan maritim barat

Dalam Hikayat Hang Tuah dan Hikayat Banjar, galai atau gale yang masuk dalam perbendaharaan kata Eropa menjadi galleon berasal dari kapal asli Melayu, yaitu ghali. Bukan sebaliknya. Kapal Mendam Berahi Malaka yang dibuat untuk melamar Putri Majapahit adalah kapal tipe ghali, (Ada pun yang sudah datang itu tujoh buah; ada ia berlaboh di-kuala kita ini. Ada pun yang sa-buah ghali itu terlalu besar dengan perbuatan-nya terlalu indah-indah perbuatan-nya, saperti kenaikan raja-raja meminang. HHT. V:97). Demikian pula kapal yang digunakan Lambu Mangkurat untuk melamar anak angkat Raja Majapahit juga kapal tipe ghali, (HB. 6.1). Hal sama tipe kapal Portugis untuk menyerang Malaka adalah kapal tipe ghali. Maka kata Feringgi itu, “Kami sakalian ini hendak menyerang Melaka di-titahkan oleh Sultan Portugal dengan empat puloh buah ghali, dan pada sa-buah ghali itu orang-nya lima ratus dan lima puloh meriam-nya. (HHT. XXIV:429). Karena kapal ghali digunakan lebih dulu oleh Malaka dan Banjar, maka ghali adalah kapal asli Nusantara. Terlebih pengetahuan kapal Eropa masih baru. Ketika tiba di Asia, kapal perintis Portugis sangat kecil dan merupakan kapal eks tehnologi Cordoba. Ketika mereka kemudian tiba-tiba membesar, dan menggunakan tehnologi galleon maka dapat dikatakan bila kapal Eropa mengadopsi kapal asli Melayu dan menstadarisasinya dengan menghilangkan tipe kapal lainnya yang berkembang di Nusantara saat itu.

Menjadi pertanyaan menggelitik kemudian, apakah gelar Nahkoda Sejarah Maritim Indonesia karena seseorang dapat menari dalam genderang sejarawan maritim barat. Dan bukan meluruskan teori yang sangat tidak tepat tersebut?

Bila melihat informasi kapal Jung Jawa versi Gaspar Correia secara lebih jauh, maka kapal Jung Jawa dapat dikatakan merupakan kapal kayu dengan tehnologi paling modern di jamannya. Hal ini karena kapal Jung Jawa memiliki tehnologi anti meriam terbesar Portugis. Dan secara sendirian menghadapi sekuadron kapal Portugis. Menurut Hikayat Hang Tuah, sekuadron kapal Portugis itu terdiri dari 40 kapal dengan setiap kapal berprajurit 500 orang (total 20.000 prajurit). Sedangkan menurut Sejarah Melayu, sekuadron kapal Portugis itu terdiri dari 43 kapal dengan setiap kapal berprajurit 500 orang (total 21.500 prajurit).

Sekalipun kalah, kekalahan kapal Jung Jawa bukan karena tehnologinya, terbukti kapal tidak tenggelam dikeroyok kapal Portugis sebanyak 40 buah selama 2 hari dua malam. Kekalahan itu lebih dikarenakan kapten Jung itu melakukan tindakan diluar prosedur resmi, yaitu menyerang kapal sendirian tanpa menggunakan skuadron kapal lain sebagai pendukung, (Irawan, 2011: 309). Terlebih kapal Jung hanya merupakan kapal operasional yang mengangkut komuditas perdagangan dan kapal angkut militer semata, (Irawan, 2011: 309).

Sumber:
1. A.M. Djuliati Suroyo, dkk, Sejarah Maritim Indonesia 1: Menelusuri Jiwa Bahari Bangsa Indonesia Hingga Abad Ke-17. Semarang: Penerbit Jeda, 2007.

2. Andrian B. Lapian, Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad Ke-16 dan 17, Jakarta, Komunitas Bambu, 2008.

3. Anthony Reid, Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680: Jaringan Pedagangan Global Jilid 2. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2011.

4. Irawan Djoko Nugroho,

5. Robert Dick-Read, Penjelajah Bahari. Pengaruh Peadaban Nusantara di Afrika. Bandung: PT Mizan Pustaka, 2008.

6. Paul Michel Munoz, Kerajaan-kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan Semenanjung Malaysia. Yogyakarta: Mitra Abadi, 2009.

7. Kasim Ahmad, M.A, Hikayat Hang Tuah. Menurut Naskhah Dewan Bahasa dan Pustaka. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pelajaran Kuala Lumpur, 1964.

8. Shellabear, WG., Sejarah Melayu [The Malay Annals]. Singapura: Malaya Publishing House Limited, 1978.

Sumber dari candi.web.id

No comments:

Post a Comment