Menyajikan info terkini dunia pendidikan dan berita-berita menarik

Wednesday, September 16, 2020

NIAT YANG BERCAMPUR

1 comments
https://www.birulangit.id/


Oleh Edison (bang edy ustadz)
Penulis adalah Dosen, Peneliti, Penggiat Dakwah dan Pendidikan Agama Islam serta Narasumber di berbagai Forum.


Birulangitid-Sekarang kita akan membahas tentang orang-orang yang terdorong untuk melaksanakan suatu amalan dengan niat taqarrub kepada Allah SWT, namun pendorong itu ternyata juga bercampur dengan dorongan lain yang sifatnya kepentingan pribadi, seperti :

Berpuasa untuk tujuan diet dan juga taqarrub; menunaikan haji dan umrah sebagai bekal persiapan menghadapi seleksi kepemimpinan sehingga dirinya semakin berpeluang untuk terpilih; membelanjakan harta warisan sebagai biaya untuk menuntut ilmu agar harta itu tidak diminta oleh kerabat yang lain; melayani ulama dan berkhidmat padanya agar kehormatan dirinya ikut terdongkrak di mata manusia.

Perihal lainnya, seperti menunaikan haji dengan cara berjalan kaki, untuk meringankan biaya; berwudhu untuk membersihkan diri dan menyegarkan badan; mandi agar bau badannya harum; I’tikaf di masjid agar meringankan biaya sewa tempat tinggal; berpuasa agar tidak terlalu sering memasak makanan atau agar tidak terlalu disibukkan dengan makan dan minum di siang hari; memberi uang kepada pengemis untuk memutus kejemuannya mendengarkan rongrongan sang pengemis yang terus meminta; menjenguk orang sakit agar dirinya juga dijenguk tatkala sakit; atau mengerjakan perbuatan baik lainnya agar dirinya disebut-sebut dan dikenal kebaikannya.

Lantas, bagaimanakah status dan kedudukan amal-amal itu ? Yusuf Qardhawi kemudian menjelaskan, bahwa semua amalan itu pada dasarnya tetap dimaksudkan sebagai taqarrub kepada Allah SWT. Hanya saja ada satu lintasan maksud yang menjadikan amal itu lebih ringan nilainya dari takaran yang semestinya. Karena adanya cemaran itulah, maka amalannya telah keluar dari batasan ikhlas dan si pelakunya tidak lagi disebut mukhlis. Allah SWT berfirman dalam hadits qudsi : ‘’Aku adalah zat yang tidak membutuhkan sekutu.’’

Adanya pertimbangan dan kepentingan duniawi dalam suatu amalan, sedikit banyaknya akan mengeruhkan kebeningannya dan mengikis kemurniannya. Oleh karena itu, berlaku ikhlas itu memang sulit, karena manusia sangat sukar untuk menghindari kepentingan dan tujuan duniawi yang menyertainya. Yusuf Qardhawi menyebutkan suatu ungkapan : “ Barangsiapa mampu mengkhususkan sedikit saja dari umurnya semata hanya karena Allah, maka dia selamat. ’’

Sedangkan, yang dimaksud ikhlas itu adalah memurnikan amal dari sedikit cemaran ataupun noda yang banyak, sehingga amal itu murni dimaksudkan hanya untuk taqarrub ilaLlah, tidak ada pendorong lain. Jadi solusi untuk mencapai keikhlasan itu adalah dengan mengenyahkan pertimbangan dan kepentingan pribadi, memotong kerakusan terhadap dunia, memurnikan tujuan akhirat yang harus lebih dominan di dalam hati. Jika semua hal tersebut dapat terlaksana, maka ikhlas akan tercapai.

#HijrahNiat

#MuharramMulia

Ig : @edison_bangedyustadz



والله أعلم بصواب



Sumber Dikembangkan dari buku : Yusuf Qardhawi, Niat dan Ikhlas, Jakarta : Pustaka Al Kautsar, 2002

1 comment: